BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jerome
Bruner secara ekstensif telah menulis tentang proses pemikiran manusia dan
bagaimana cara pemikiran tersebut muncul dan bagaimana cara yang seharusnya dialami
oleh kemunculan tersebut selama proses instruksi berjalan. Tulisan-tulisannya
tentang dunia pendidikan menunjukkan kecendrungan filisofis Piaget dan
merupakan harta karun yang penuh dengan gagasan.meskipun pembuktian
eksperimental yang ada di masing-masing gagasan tidak memiliki tekanan yang
cukup dibandingkan dengan yang biasa terjadi dalam dalam teori-teori kognitif
lainnya.
Teori belajar dari perkembangan psikologi
pendidikan dengan tiga aliran (teori behavioristik, teori kognitif dan teori
humanistik) yaitu: teori belajar dari psikologi behavioristik, yang berpendapat
tingkah laku manusia dikendalikan ganjaran (reward) dan penguatan
(reinforcement) dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar
terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavior dengan slimulasi,
teori belajar dari psikologi kognitif yang beranggapan bahwa tingkah laku
seseorang selalu didasarkan pada kognisi, tindakan mengenal atau memikirkan
situasi dimana tingkah laku itu terjadi, jadi kaum kognitif berpandangan
tingkah laku seseorang lebih bergantung kepada pemahaman (insight) terhadap
hubungan-hubungan yang ada di dalam suatu situasi, teori telajar dari psikologi
humanistik menekankan pada bagaimana individu dipengaruhi dan dibimbing pribadi
yang mereka hubungkan kepada pengalaman-pengalaman mereka sendiri atau dengan
kata lain pandangan ini berusaha untuk memahami prilaku seseorang dari sudut
perilaku( behaver). Bukan dari pengamat (observer).
Teori
belajar Bruner dikenal dengan tiga tahapan belajarnya yaitu, enaktif, ikonik
dan simbolik. Pada dasarnya setiap individu pada waktu mengalami atau mengenal
peristiwa yang ada di dalam lingkungannya dapat menemukan cara untuk menyatakan
kembali peristiwa tersebut di dalam pikirannya, yaitu suatu model mental
tentang peristiwa yang dialaminya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana
pandangan teori belajar kognitif menurut Bruner?
2. Bagaimana
keberlangsungan belajar sebagai proses kognitif?
3. Bagaimana
penerapan teori kognitif bruner dalam dunia pendidikan?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui
pandangan teori belajar kognitif menurut Bruner
2. Mengetahui
keberlangsungan belajar sebagai proses kognitif
3. Mengetahui
penerapan teori kognitif Bruner dalam dunia pendidikan
BAB II
ISI
2.1 Pandangan Belajar menurut Jerome
Bruner
Jerome
Bruner lahir di New York tahun l915. Jerome
Bruner adalah seorang ahli psikologi perkembangan dan ahli psikologi belajar
kognitif. Pendekatannya tentang psikologi adalah eklektik. Penelitiannya yang
demikian banyak itu meliputi persepsi manusia, motivasi, belajar dan berfikir.
Dalam mempelajarai manusia, ia menganggap manusia sebagai pemroses, pemikir dan
pencipta informasi. Bruner menganggap, bahwa belajar itu meliputi tiga proses
kognitif, yaitu memperoleh informasi baru, transformasi pengetahuan, dan
menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. Pandangan terhadap belajar yang
disebutnya sebagai konseptualisme instrumental itu, didasarkan pada dua
prinsip, yaitu pengetahuan orang tentang alam didasarkan pada model-model
mengenai kenyataan yang dibangunnya, dan model-model itu diadaptasikan pada
kegunaan bagi orang itu.
Teori
belajar kognitif berbeda dengan teori belajar behavioristik. Teori belajar
kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya. Para
penganut aliran kognitif mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan
hubungan antara stimulus dan respon. Tidak seperti model berajar behavioristik
yang mempelajari proses belajar hanya sebagai hubungan stimulus-respon, model
belajar kognitif merupakan suatu bentuk teori belajar yang sering disebut
sebagai model perseptual. Model belajar kognitif mengatakan bahwa tingkah laku
seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang
berhubungan dengan tujuan belajarnya. Belajar merupakan perubahan persepsi dan
pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang nampak.
Teori kognitif berpandangan bahwa belajar merupakan
suatu proses interaksi yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi,
emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya. Belajar merupakan aktifitas yang
melibatkan proses berfikir yang sangat kompleks. Proses belajar terjadi antara
lain mencakup pengaturan stimulus yang diterima dan menyesuaikannya dengan
struktur kognitif yang sudah dimiliki dan terbentuk di dalam pikiran seseorang
berdasarkan pemahaman dan pengalaman-pengalaman sebelumnya.
Bruner
ternyata tidak mengambangkan suatu teori belajar yang sistematis. Yang penting
baginya ialah cara-cara bagaimana orang memilih, mempertahankan dan
mentransformasikan informasi secara aktif, dan inilah menurut bruner inti dari
belajar. Oleh karena itu Bruner memusatkan perhatiannya pada masalah apa yang
dilakukan manusia dengan informasi yang diterimanya, dan apa yang dilakukannya
sesudah memperoleh informasi yang diskrit itu untuk mencapai pemahaman yang
memberikan kemampuan padanya.
Teori
Bruner tidak mengembangkan suatu teori bulat tentang belajar sebagaimana yang
dilakukan oleh Robert M. Gagne. Refleksinya berkisar pada manusia pengolah
aktif terhadap informasi yang diterimanya untuk memperoleh Pemahaman. Yang
menjadi ide dasar Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak
harus berperan secara aktif dalam belajar di kelas, untuk itu menurut Bruner,
murid mengorganisir bahan yang dipelajari dalam suatu bentuk akhir. Teori ini
disebutnya dengan discovery learning, atau dengan kata lain bagaimana cara
orang memilih mempertahankan dan mentransformasikan informasi secara aktif, dan
inilah menurut Bruner inti dari berajar. Menurut Bruner dalam proses belajar
ada tiga tahap, yaitu:
1. Tahap
informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru
dimana dalam setiap pelajaran diperoleh sejumlah informasi yang berfungsi
sebagai penambahan pengetahuan yang lama, memperluas dan memperdalam dan
kemungkinan informasi yang baru bertentangan dengan informasi yang lama.
2. Tahap
tansformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan menganalisis pengetahuan baru
serta ditransformasikan dalam bentuk yang baru yang mungkin bermanfaat untuk
hal-hal yang lain, yaitu informasi harus dianalisis dan ditransformasikan ke
dalam bentuk yang lebih abstrak atau konsetual agar dapat digunakan dalam hal
lebih luas.
3. Tahap
evaluasi, yaitu untuk mengetahui apakah hasil transformasi pada tahap ke dua
benar atau tidak. Evaluasi kemudian dinilai sehingga diketahui mana-mana
pengetahuan yang diperoleh dan transformasi dapat dimanfaatkan untuk memahami
gejala-gejala lain.
Pendewasaan intelektual atau pertumbuhan kognitif
seseorang ditunjukkan oleh bertambahnya ketidaktergantungan respons dari sifat
stimulus. Pertumbuhan itu tergantung pada bagaimana seseorang menginternalisasi
peristiwa-peristiwa menjadi suatu ”sistem simpanan” yang sesuai dengan
lingkungan. Pertumbuhan itu menyangkut peningkatan kemampuan seseorang untuk
mengemukakan pada dirinya sendiri atau pada orang lain tentang apa yang telah
atau akan dilakukannya.
2.2 Ciri khas Teori Pembelajaran
Menurut Bruner
1. Empat Tema tentang Pendidikan
o
Tema pertama mengemukakan pentingnya
arti struktur pengetahuan. Hal ini perlu karena dengan struktur pengetahuan
kita menolong siswa untuk untuk melihat, bagaimana fakta-fakta yang
kelihatannya tidak ada hubungan, dapat dihubungkan satu dengan yang lain.
o
Tema kedua adalah tentang kesiapan untuk
belajar. Menurut Bruner kesiapan terdiri atas penguasaan
keterampilan-keterampilan yang lebih sederhana yang dapat mengizinkan seseorang
untuk mencapai kerampilan-ketrampilan yang lebih tinggi.
o
Tema ketiga adalah menekankan nilai
intuisi dalam proses pendidikan. Dengan intuisi, teknik-teknik intelektual
untuk sampai pada formulasi-formulasi tentatif tanpa melalui langkah-langkah
analitis untuk mengetahui apakah formulasi-formulasi itu merupakan kesimpulan
yang benar atau tidak.
o
Tema keempat adalah tentang motivasi
atau keingianan untuk belajar dan cara-cara yang tersedia pada para guru untuk
merangsang motivasi itu.
2.3 Model dan Kategori
Pendekatan
Bruner terhadap belajar didasarkan pada dua asumsi. Asumsi pertama adalah bahwa
perolehan pengetahuan merupakan suatu proses interaktif. Berlawanan dengan
penganut teori perilaku. Bruner yakin bahwa orang yang belajar berinteraksi dengan
lingkungannya secara aktif, perubahan tidak hanya terjadi di lingkungan tetapi
juga dalam diri orang itu sendiri.
Asumsi
kedua adalah bahwa orang mengkonstruksi pengetahuannya dengan menghubungkan
informasi yang masuk dengan informasi yang disimpan yang diperoleh sebelumnya,
suatu model alam (model of the world). Model Bruner ini mendekati sekali
struktur kognitif Aussebel. Setiap model seseorang khas bagi dirinya. Dengan
menghadapi berbagai aspek dari lingkungan kita, kita akan membentuk suatu struktur
atau model yang mengizinkan kita untuk mengelompokkan hal-hal tertentu atau
membangun suatu hubungan antara hal-hal yang diketahui.
Bruner
menandai perkembangan kognitif manusia sebagai berikut:
·
Perkembangan intelektul ditandai dengan
adanya kemajuan dalam menanggapi suatu rangsangan. Perkembangan intelekual
meliputi perkembangan kemampuan berbicara pada diri sendiri atau pada orang
lain melalui kata-kata atau lambang tentang apa yang telah dilakukan dan apa
yang akan dilakukan. Hal ini berhubungan dengan kepercayaan pada diri sendiri.
Interaksi secara sistematis antara pembimbing, guru atau orang tua dengan anak
diperlukan bagi perkembangan kognitifnya. Bahasa adalah kunci perkembangan
kognitif karena bahasa merupakan alat komunikasi antara manusia. Untuk memahami
konsep-konsep yang ada diperlukan bahasa. Bahasa diperlukan untuk
mengkomunikasikan suatu konsep ke pada oraag lain.
·
Peningkatan pengetahuan tergantung pada
perkembangan sistem penyimpanan informasi secara realis. Perkembaagan kognitif
ditandai dengan kecakapan untuk mengemukakan beberapa alternatif secara
simultan. memilih tindakan yang tepat, dapat memberikan prioritas yang
berurutan dalam berbagai situasi
2.4 Belajar sebagai Proses Kognitif
Bruner
mengemukakan bahwa belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir
bersamaan. Ketiga proses itu adalah:
(1) memperoleh informasi baru,
(2) transformasi informasi dan
(3) menguji relevansi dan ketepatan
pengetahuan.
Informasi
baru merupakan penghalusan dari informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang
atau informasi itu dapat bersifat sedemikian rupa sehingga berlawanan dengan
informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang. Dalam transformasi pengetahuan
seseorang memperlakukan pengetahuan agar cocok dengan tugas baru. Jadi,
transformasi menyangkut cara kita memperlakukan pengetahuan, apakah dengan cara
ekstrapolasi atau dengan mengubah bentuk lain.
Hampir
semua orang dewasa melalui penggunaan tiga sistem keterampilan untuk menyatakan
kemampuannya secara sempurna. Ketiga sistem keterampilan itu adalah yang
disebut tiga cara penyajian (modes of presentation) oleh Bruner. Ketiga cara
itu ialah: cara enaktif, cara ikonik dan cara simbolik.
Kajian
Bruner menekankan perkembangan kognitif. Ia menekankan cara-cara manusia
berinteraksi dalam alam sekitar dan menggambarkan pengalaman secara mendalam.
Menurut Bruner, perkembangan kognitif juga melalui tiga tahapan yang ditentukan
cara melihat lingkungan, yaitu enaktif (0-2 tahun), ikonik (2-4 tahun), dan
simbolik (5-7 tahun).
Ø Tahap
enaktif (0-2 tahun), seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upayanya
untuk memahami lingkungan sekitarnya. Artinya dalam memahami dunia sekitarnya,
anak menggunakan pengetahuan motorik. Misalnya melalui gigitan, sentuhan,
pegangan dan sebagainya.
Cara penyajian enaktif
ialah melalui tindakan, jadi bersifat manipulatif. Dengan cara ini seseorang
mengetahui suatu aspek dari kenyataan tanpa menggunakan pikiran atau kata-kata.
Jadi cara ini terdiri atas penyajian kejadian-kejadian yang lampau melalui
respon-respon motorik. Misalnya seseorang anak yang enaktif mengetahui
bagaimana mengendarai sepeda.
Ø Tahap
ikonik (2-4 tahun), seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui
gambar-gambar dan visualisasi verbal. Maksudnya, dalam memahami dunia
sekitarnya, anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan
(komperasi).
Cara penyajian ikonik
didasarkan atas pikiran internal. Pengetahuan disajikan oleh sekumpulan
gambar-gambar yang mewakili suatu konsep, tetapi tidak mendefinisikan
sepenuhnya konsep itu. Misalnya sebuah segitiga tidak menyatakan konsep
kesegitigaan.
Ø Tahap
simbolik (5-7 tahun), seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau
gagasan-gagasan yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan
logika. Dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui simbol-simbol
bahasa, logika, matematika dan sebagainya. Komunikasinya dilakukan dengan
menggunakan banyak sistem simbol. Semakin matang seseorang dalam proses
pemikirannya, semakin dominan sistem simbolnya. Meskipun begitu tidak berarti
ia tidak lagi sistem enaktif dan ikonik. Penggunaan media dalam kegiatan
pembelajaran merupakan salah satu bukti masih diperlukannya sistem enaktif dan
ekonik dalam proses belajar.
Penyajian simbolik
menggunakan kata-kata atau bahasa. Penyajian simbolik dibuktikan oleh kemampuan
seseorang lebih memperhatikan proposisi atau pernyataan dari pada
objek-objek, memberikan struktur
hirarkis pada konsep-konsep dan memperhatikan kemungkinan-kemungkinan
alternatif dalam suatu cara kombinatorial.
Sebagai
contoh dari ketiga cara penyajian ini, tentang pelajaran penggunaan timbangan.
Anak kecil hanya dapat bertindak berdasarkan ”prinsip-prinsip” timbangan dan
menunjukkan hal itu dengan menaiki papan jungkat-jungkit. Ia tahu bahwa untuk
dapat lebih jauh kebawah ia harus duduk lebih menjauhi pusat. Anak yang lebih
tua dapat menyajikan timbangan pada dirinya sendiri dengan suatu model atau
gambaran. ”Bayangan” timbangan itu dapat diperinci seperti yang terdapat dalam
buku pelajaran. Akhirnya suatu timbangan dapat dijelaskan dengan menggunakan
bahasa tanpa pertolongan gambar atau dapat juga dijelaskan secara matematik
dengan menggunakan Hukum Newton tentang momen.
2.5 Belajar Penemuan
Salah
satu model kognitif yang sangat berpengaruh adalah model dari Jerome Bruner
yang dikenal dengan nama belajar penemuan (discovery learning). Bruner
menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara
aktif oleh manusia dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik.
Bruner menyarankan agar siswa hendaknya belajar melalui berpartisipasi aktif
dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip agar mereka dianjurkan untuk
memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen-eksperimen yang mengizinkan
mereka untuk menemukan konsep dan prinsip itu sendiri.
Pengetahuan
yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukkan beberapa kebaikan.
Diantaranya adalah:
v Pengetahuan
itu bertahan lama atau lama dapat diingat.
v Hasil
belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik.
v Secara
menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk
berfikir secara bebas.
Asumsi
umum tentang teori belajar kognitif:
a. Bahwa
pembelajaran baru berasal dari proses pembelajaran sebelumnya.
b. Belajar
melibatkan adanya proses informasi (active learning).
c. Pemaknaan
berdasarkan hubungan
d. Proses
kegiatan belajar mengajar menitikberatkan pada hubungan dan strategi.
Model
kognitif mulai berkembang pada abad terakhir sebagai protes terhadap teori
perilaku yang yang telah berkembang sebelumnya. Model kognitif ini memiliki perspektif bahwa para
peserta didik memproses infromasi dan pelajaran melalui upayanya mengorganisir,
menyimpan, dan kemudian menemukan
hubungan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada.
Model ini menekankan pada bagaimana informasi diproses.
Peneliti
yang mengembangkan kognitif ini adalah Ausubel, Bruner, dan Gagne. Dari ketiga peneliti ini, masing-masing
memiliki penekanan yang berbeda. Ausubel
menekankan pada apsek pengelolaan (Advance Organizer) yang memiliki pengaruh
utama terhadap belajar. Menurut Ausubel,
konsep tersebut dimaksudkan untuk penyiapan struktur kognitif peserta didik
untuk pengalaman belajar. Bruner bekerja pada pengelompokkan atau penyediaan
bentuk konsep sebagai suatu jawaban atas
bagaimana peserta didik
memperoleh informasi dari lingkungan.
Bruner mengembangkan teorinya tentang perkembangan intelektual, yaitu:
enactive, iconic, dan symbolic.
Sejalan
dengan pernyataan di atas, maka untuk mengajar sesuatu tidak usah ditunggu
sampai anak mancapai tahap perkembangan tertentu. Yang penting bahan pelajaran
harus ditata dengan baik maka dapat diberikan padanya. Dengan lain perkataan
perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan jalan mengatur bahan
yang akan dipelajari dan menyajikannya sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Penerapan
teori Bruner yang terkenal dalam dunia pendidikan adalah kurikulum spiral
dimana materi pelajaran yang sama dapat diberikan mulai dari Sekolah Dasar
sampai Perguruan tinggi disesuaikan dengan tingkat perkembangan kognitif
mereka. Cara belajar yang terbaik menurut Bruner ini adalah dengan memahami
konsep, arti dan hubungan melalui proses intuitif kemudian dapat dihasilkan
suatu kesimpulan (discovery learning).
Bruner
mempreskripsikan pembelajaran hendaknya dapat menciptakan situasi agar siswa
dapat belajar dari diri sendiri melalui pengalaman dan eksperimen untuk
menemukan pengetahuan dan kemampuan yang khas baginya. Sedangkan Ausubel
mempreskripsikan agar siswa dapat mengembangkan stuasi belajar, memilih dan
menstrukturkan isi, serta menginformasikannya dalam bentuk sajian pembelajaran
yang terorganisasi dari umum menuju kepada yang rinci dalam satu satuan bahasan
yang bermakna.
Teori
pembelajaran Burner mementingkan pembelajaran melalui penemuan bebas (Free
discovery learning) atau penemuan yang dibimbing, atau latihan penemuan. Bruner
mementingkan aspek-aspek berikut dalam teori pembelajarannya yaitu; cara
manusia berinteraksi dengan lingkungan sekitar dan pengalamannya, perkembangan mental manusia dan pemikiran semasa
proses pembelajaran, pemikiran secara logika, penggunaan istilah untuk memahami
susunan struktur pengetahuan, pemikiran analisis dan intuitif, pembelajaran
induktif untuk menguasai konsep/kategori, dan pemikiran metakognitif.
Teori-teori tersebut dapat diaplikasikan dalam 10 cara sebagai berikut:
1) Pembelajaran
penemuan
2) Pembelajaran
melalui metode induktif
3) Memberi
contoh-contoh yarg berkaitan dan tidak berkaitan dengan konsep
4) Membantu
siswa melihat hubungan antar konsep
5) Membiasakan
siswa membuat pemikiran intuitif
6) Melibatkan
siswa
7) Pengajaran
untuk pelajar tahap rendah
8) Menggunakan
alat bantu mengajar
9) Pembelajaran
melalui kajian luar
10) Mengajar
mengikuti kemampuan siswa
Teori
Bruner mempunyai ciri khas dari pada teori belajar yang lain yaitu tentang
”discovery”, yaitu belajar dengan menemukan konsep sendiri. Disamping itu,
karena teori Bruner ini banyak menuntut pengulangan-penulangan, maka desain
yang berulang-ulang itu disebut ”kurikulum spiral kurikulum”. Secara singkat,
kurikulum spiral menuntut guru untuk memberi materi pelajaran setahap demi
setahap dari yang sederhana ke yang kompleks, dimana materi yang sebelumnya
sudah diberikan suatu saat muncul kembali secara terintegrasi di dalam suatu
materi baru yang lebih kompleks. Demikian seterusnya sehingga siswa telah
mempelajari suatu ilmu pengetahuan secara utuh.
Bruner
berpendapat bahwa seseorang murid belajar dengan cara menemui struktur
konsep-konsep yang dipelajari. Anak-anak membentuk konsep dengan melihat
benda-benda berdasarkan ciri-ciri persamaan dan perbedaan. Selain itu,
pembelajaran didasarkan kepada merangsang siswa
menemukan konsep yang baru dengan menghubungkan kepada konsep yang lama
melalui pembelajaran penemuan
Langkah-langkah
discovery learning:
·
Siswa dihadapkan pada problem-problem
yang menimbulkan suatu perasaan gagal di dalam dirinya lni dimulai proses
inquiry
·
Siswa mulai menyelidiki problem itu
secara individual
·
Siswa berusaha memecahkan problem dengan
menggunakan pengetahuan yang sebelumnya
·
Siswa menunjukkan pengertian dari
generalisasi itu
·
Siswa menyatakan konsepnya atau prinsip-prinsip
dimana generalilisasi itu didasarkan.
2.6 Penerapan Teori Kognitif Bruner dalam Dunia
Pendidikan
Pada
bagian ini akan dibahas bagaimana menerapkan belajar penemuan pada siswa,
ditinjau dari segi metode, tujuan serta peranan guru khususnya dalam dunia
pendidikan.
1. Metode dan Tujuan
Dalam
belajar penemuan, metode dan tujuan tidak sepenuhnya beriring. Tujuan belajar
bukan hanya untuk memperoleh pengetahuan saja. Tujuan belajar sepenuhnya ialah
untuk memperoleh pengetahuan dengan suatu cara yang dapat melatih kemampuan
intelektual siswa dan merangsang keingintahuan mereka dan memotivasi kemampuan
mereka. Inilah yang dimaksud dengan memperoleh pengetahuan melalui belajar
penemuan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Bruner dalam bukunya Toward a Theory
of Instruction yang diambil dari buku Teori-Teori Belajar tulisan Ratna Wilis
Dahar, Bruner mengatakan:
“We
teach a subject not to produce litle living libraries on the subject, but
rather to get a student to think mathematically for him self, to consider
matters as an historian does, to take part in the process of knowledge-getting.
Knowing is a process, not aproduct.”
Jadi
kalau kita mengajar sains misalnya, kita bukan akan menghasilkan
perpustakaan-perpustakaan hidup kecil tentang sains, melainkan kita ingin
membuat anak-anak kita berfikir secara matematis bagi dirinya sendiri, berperan
serta dalam proses perolehan pengetahuan. Mengetahui itu adalah suatu proses,
bukan suatu produk.
2. Peranan Guru
Langkah
guru sebagai fasilitator pembelajaran dalam belajar penemuan adalah:
·
Merencanakan pelajaran sedemikian rupa
sehingga pelajaran itu terpusat pada masalah-masalah yang tepat untuk
diselidiki para siswa.
·
Menyajikan materi pelajaran yang
diperlukan sebagai dasar bagi para siswa untuk memecahkan masalah. Guru
hendaknya memulai dengan sesuatu yang sudah dikenal siswa. Kemudian guru
mengemukakan sesuatau yang berlawanan. Dengan demikian terjadi konflik dengan
pengalaman siswa. Akibatnya timbulah masalah. Dalam keadaan yang ideal, hal
yang berlawanan itu menimbulkan suatu kesangsian yang merangsang para siswa
untuk menyelidiki masalah itu, menyusun hipotesis-hipotesis dan mencoba
menemukan konsep atau prinsip yang mendasari masalah itu. Guru harus menyajikan
dengan cara enaktif, ikonik dan simbolik. Enaktif adalah melaui tindakan atau
dengan kata lain belajar sambil melakukan (learning by doing). Ikonik adalah
didasarkan atas pikiran internal. Pengetahuan disajikan melalui gambar-gambar
yang mewakili suatu konsep. Simbolik adalah menggunakan kata-kata atau bahasa-bahasa.
·
Bila siswa memecahkan masalah di
laboratorium atau secara teoritis, guru hendaknya berperan sebagai seorang
pembimbing atau tutor. Guru hendaknya jangan mengungkapkan terlebih dahulu
prinsip atau aturan yang akan dipelajari, tetapi hendaknya memberikan
saran-saran bila diperlukan. Sebagai seorang tutor, guru hendaknya memberikan
umpan balik pada waktu yang tepat.
·
Menilai hasil belajar merupakan suatu
masalah dalam belajar penemuan. Secara garis besar belajar penemuan ialah
mempelajari generalisasi-generalisasi dengan menemukan sendiri konsep-konsep
itu. Di lapangan, penilaian hasil belajar penemuan meliputi pemahaman tentang
konsep dasar, dan kemampuan untuk menerapkan konsep itu ke dalam situsi baru
dan situasi kehidupan nyata sehari-hari pada siswa.
Jadi
dalam belajar penemuan, guru tidak begitu mengendalikan proses pembelajaran.
Guru hendaknya mengarahkan pelajaran pada penemuan dan pemecahan masalah.
Penilaian hasil belajar meliputi tentang konsep dasar dan penerapannya pada
situasi yang baru.
3. Langkah-langkah pembelajaran
discovery learning menurut Bruner
Bruner
mengajukan beberapa langkah-langkah pembelajaran, yaitu:
v Menentukan
tujuan pembelajaran Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal,
minat, gaya belajar dan sebagainya)
v Memilih
materi pelajaran. Menentukan topik-topik yang dapat dipelajari siswa secara
induktif (dari contoh-contoh kegeneralisasi)
v Mengembangkan
bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas, dan sebagainya
untuk dipelajari siswa
v Mengatur
topik-topik pelajaran dari yang sederhana kepada yang kompleks, dari yang
konkrit kepada yang abstrak, atau dari tahap enaktik, ikonik sampai kepada
tahap simbolik melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.
Disamping
itu ada beberapa saran-saran tambahan yang berdasarkan pendekatan discovery
learning terhadap pengajaran.
Ø Mendorong
memberikan “dugaan sementara” dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan
Ø Menggunakan
berbagai alat peraga dan permainan
Ø Guru
harus mendorong siswa untuk memuaskan keingintahuan jika mereka ingin
mengembangkan pikirannya atau ide-ide yang kadang-kadang tidak langsung
berhubungan dengan mata pelajaran
Ø Gunakan
sejumlah contoh yang belawanan dengan mata pelajaran yang berhubungan dengan
topik.
Keistimewaan dan Kelemahan Discovery Learning
Dalam
setiap teori pastilah ada keistimeaan dan kelemahan. Begitu juga halnya dengan
teori discovery learning yang cetuskan oleh Jerome Bruner. Ada beberapa keistimewaan discovery learning itu,
antara lain:
ü Discovery
learning menimbulkan keingintahuan siswa, dapat memotivasi mereka untuk
melanjutkan pekerjaan sampai mereka menemukan jawaban-jawaban.
ü Pendekatan
ini dapat mengajar keterampilan menyelesaikan masalah secara mandiri dan
mungkin memaksa siswa untuk menganalisis dan memanipulasi informasi dan tidak
hanya menyerap secara sederhana saja
ü Hasilnya
lebih berakar dari pada cara belajar yang lain.
ü Lebih
mudah dan cepat ditangkap
ü Dapat
dimanfaatkan dalam bidang studi lain atau dalam kehidupan sehari-hari berdaya
guna untuk meningkatkan kemampuan siswa menalar dengan baik
Sedangkan
kelemahan teori Discovey Learning
Jerome Bruner antara lain:
ü Belajar
discovery learning belum tentu bisa diaplikasikan karena kondisi dan sistem
yang belum mendukuag penemuan sendiri, sementara secara realistis murid
didominasi hanya menerima dari guru
ü Discovery
learning belum tentu semua murid mahir untuk menerapkannya
ü Discavery
learning berbahaya bagi murid yang kurang mahir, sebab pengetahuan yang ia
peroleh tidak akan menambah pengetahuan yang sempurna tapi baru sebatas
coba-coba.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam
usaha meningkatkan pendidikan pada umumnya Bruner mengemukakan empat tema,
yaitu; struktur, kesiapan, intuisi dan motivasi. Bruner menganggap bahwa
belajar itu meliputi tiga proses kognitif, yaitu; memperoleh informasi baru,
transformasi ilmu pengetahuan, dan menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan.
Pandangannya terhadap belajar yang disebutnya sebagai konseptualisme
instrumental didasarkan pada dua prinsip, yaitu; pengetahuan orang tentang alam
didasarkan pada model-model menganai kenyataan yang dibangunnya, dan
model-model itu mula-mula diadopsi dari kebudayaan seseorang, dan kemudian
model-model itu diadaptasikan pada kegunaan bagi orang itu.
Pematangan
intelektual seseorang ditunjukkan oleh bertambahnya ketidakbergantungan respon
dari sifat stimulus. Pertumbuhan itu tergantung pada bagaimana seseorang
menginternalisasi peristiwa- peristiwa menjadi suatu “sistem simpanan” yang
sesuai dengan lingkungan.pertumbuhan itu menyangkut peningkatan kemampuan
seseorang untuk mengemukakan pada dirinya sendiri atau pada orang lain tentang
apa yang telah atau akan dilakukannya.
Penyajian
kemampuan dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu; cara enaktif, ekonik, dan
cara simbolik. Menurut Bruner belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui
belajar penemuan (discovery learning). Pengetahuan yang diperoleh melalui
belajar penemuan bertahan lama, dan mempunyai efek transfer yang lebih baik.
Belajar penemuan meningkatkan penalaran dan kemampuan dan berfikir secara
bebas, dan memilih keterampilan-keterampilan kognitif untuk menemukan dan
memecahkan masalah.
3.2 Saran-saran
Sebagai
seorang guru ada baiknya menggunakan metode yang variatif dalam kegiatan
belajar mengajar di kelas. Diantaranya dengan menggunakan teori belajar
kognitif Bruner dengan pendekatan discovery learning.
Dalam
menerapkan belajar penemuan, tujuan-tujuan mengajar hendaknya dirumuskan secara
garis besar dan cara-cara yang digunakan para siswa untuk mencapai tujuan tidak
perlu sama. Dalam belajar penemuan guru tidak begitu mengendalikan proses
belajar-mengajar.guru hendaknya mengarahkan pelajaran pada penemuan dan
pemecahan masalah selain itu guru diminta pula untuk memperhatikan tiga cara
penyajian, yaitu penyajian enaktif, ekonik, dan simbolik.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi,
Abu., dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
1991
Bell
Gredler, Margareth E., Belajar dan Membelajarkan. terj. Munandir.
Jakarta: Rajawali. 1991
Budiningsih,
Asri., Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. 2005
Nasution,
S., Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: Bumi
Aksara. 1995
Seifert,
Kelvin., Manajemen Pembelajaran dan Instruksi Pendidikan (Manajemen Mutu
Psikologi Pendidikan Para Pendidik). terj. Yusuf Anas. Jogjakarta: IRCiSod.
2008
Slameto,
Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
1995
Soemanto,
Wasti., Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. 1998
Sudjana,
Nana., Teori-teori Belajar untuk Pengajaran. Jakarta: LP. Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia. 1991
Uno,
Hamzah B., Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: PT.
Bumi Aksara. 2008
Wilis
Dahar, Ratna., Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga. 1989
Winkel,
W.S., Psikologi Pengajaran. Jakarta: Media Abadi. 2005
Internet:
http://www.semipalar.net/artikel/artikel35.html
http://www.zanariah2.tripod.com/tugasan2A.htm
http://www.geocities.com/masterptvpsikologi/psikologikognitif.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar