Selasa, 25 Maret 2014

model desain assure



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
 Pendidikan merupakan sebuah pranata strategis yang keberadaannya sangat dipengaruhi oleh hampir seluruh disiplin ilmu pengetahuan, perkembangan masyarakat, filsafat dan kebudayaan, nilai-nilai agama dan lainnya. Dengan demikian, menurut Abuddin Nata (2009) pendidikan merupakan sebuah pranata yang tugas utamanya menyiapkan umat manusia agar siap dan mampu menghadapi masa depannya. Untuk itu dibutuhkanlah pendidikan yang memberikan kecakapan hidup (life skill), yaitu memberikan keterampilan dan keahlian dengan kompetensi tinggi. Dengan dimilikinya life skill diharapkan nantinya peserta didik dapat bertahan dalam suasana yang selalu akan berubah dan berkembang.
Undang-Undang No.20 tahun 2003 juga menjelaskan tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”
Terdapat beberapa hal yang perlu diuraikan tentang konsep pendidikan yang terdapat dalam Undang-Undang tersebut. Pertama, pendidikan adalah usaha sadar yang terencana, hal ini berarti proses pendidikan bukanlah proses yang dilaksanakan secara asal-asalan dan untung-untungan, akan tetapi proses yang bertujuan sehingga segala sesuatu yang dilakukan oleh guru dan siswa diarahkan pada pencapaian tujuan. Kedua, Proses yang terencana itu diarahkan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran, hal ini berarti pendidikan tidak boleh mengesampingkan proses belajar. Pendidikan tidak semata-mata berusaha untuk mencapai hasil belajar, akan tetapi bagaimana memperoleh hasil atau proses belajar yang terjadi pada diri anak.
Ketiga, suasana belajar dan pembelajaran itu diarahkan agar peserta didik dapat mengembangkan potensi dirinya, ini berarti proses pendidikan itu harus berorientasi pada siswa. Pendidikan adalah upaya pengembangan potensi anak didik. Dengan demikian, anak harus dipandang sebagai organisme yang sedang berkembang dan memiliki potensi. Keempat, akhir dari proses pendidikan adalah kemampuan anak memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Hal ini berarti bahwa proses pendidikan berujung pada pembentukan sikap, pengembangan kecerdasan atau intelektual, serta pengembangan keterampilan anak yang sesuai dengan kebutuhan (Sanjaya, 2006: 2-3).
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa dalam memberikan pembelajaran pendidik harus bisa menjadikan bagaimana pembelajaran tersebut dapat membentuk peserta didik yang memiliki sikap, kecerdasan dan keterampilan sesuai dengan tujuan pendidikan. Untuk mencapai itu semua ada beberapa hal yang bisa digunakan guru dalam proses pembelajarannya yaitu seperti guru harus bisa menggunakan media, metode, strategi, teknik atau pun model pembelajaran yang dapat mendukung proses pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang dapat dipakai oleh guru adalah model pembelajaran ASSURE yang mana model ini merupakan suatu rujukan bagi pendidik dalam membelajarkan peserta didik dalam pembelajaran yang direncanakan dan disusun secara sistematis dengan mengintegrasikan teknologi dan media sehingga pembelajaran menjadi lebih efektif dan  bermakna bagi peserta didik (Smaldino,dkk., 2008:87). Oleh karena itu untuk lebih jelasnya tentang rancangan pembelajaran dengan model ASSURE maka akan penulis uraikan pada pembahasan berikutnya.
1.2  Rumusan Masalah
v Bagaimana cara merancang dan menyusun media pembelajaran kimia untuk diterapkan pada materi Larutan Elektrolit dan Non elektrolit berdasarkan model desain pembelajaran ASSURE?
1.3  Tujuan Penulisan
v  Untuk memahami cara merancang dan menyusun media pembelajaran kimia untuk diterapkan pada materi Larutan Elektrolit dan Non elektrolit berdasarkan model desain pembelajaran ASSURE







BAB II
PEMBAHASAN

Model desain pembelajaran ASSURE dikembangkan oleh Sharon Smaldino, Robert Henich, James Russell dan Michael Molenda. Model desain pembelajaran ASSURE berusaha unutuk menciptakan sebuah pembelajaran yang bermakna dengan memanfaatkan media dan teknologi yang akan membuat siswa belajar secara aktif.
            Perancangan media pembelajaran terhadap Materi Larutan Asam dan Basa disusun dengan berdasarkan pada Model Pengembangan ASSURE. Dalam model ini, terdapat enam tahapan atau langkah-langkah untuk merancang suatu media pembelajaran, yaitu:
§                  A - Analyse learners (Analisis pelajar).
§                  S - State learning objectives (Nyatakan objektif pembelajaran).
§                  S - Select methods, media and materials (Pilih kaedah, media dan bahan).
§                  U - Utilise media and materials (Gunakan media dan bahan).
§                  R - Require learner participation ( Penglibatan pelajar dalam pembelajaran).
§                  E – Evaluate / Review (Penilaian / semak semula bahan).
Dari keenam langkah-langkah Model Pengembangan ASSURE tersebut diatas dapat diterapkan untuk merancang suatu rancangan media pembelajaran yang dapat membantu siswa dalam menguasai materi pembelajaran.
Untuk membuat rancangan media yang akan digunakan dalam Materi Larutan Asam dan Basa berdasarkan Model ASSURE harus dilakukan sesuai dengan langkah-langkah yang sudah ditetapkan dalam Model ASSURE tersebut.Sebagaimana akan dijelaskan dibawah ini mengenai langkah-langkah merancang media pembelajaran terhadap Materi Ajar Larutan Asam dan Basa.
1.    Analisis Pembelajar
§  General Characteristics
            Merupakan gambaran dari kelas keseluruhan, seperti jumlah siswa, usia, tingkat pendidikan, faktor sosial ekonomi, budaya atau etnis, keanekaragaman, dan seterusnya. Dengan demikian karakteristik pembelajaran dapat memberi pengarahan dalam membantu memilih metode pembelajaran dan media.
Sampel                                    : Siswa kelas 2 SMAN 1 Kota Jambi
Jumlah sampel kelas    : 25 orang
Usia                             : 16 tahun
Faktor sosial ekonomi : menengah ke atas
Budaya atau etnis       : heterogen
§  Specific Entry Competencies 
            Merupakan gambaran dari jenis pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki peserta didik baik atau kurangnya ketrampilan yang dimiliki sebelum memenuhi syarat yang akan dicapai dalam ketrampilan dan tingkah laku.
Memberikan soal pre test terkait materi pelajaran sebelumnya dan materi pelajaran baru yang akan dibahas.
§  Learning Style 
            Merupakan gambaran dari prefensi gaya belajar masing-masing peserta didik. Artinya sifat psikologis lah yang mempengaruhi bagaimana kita menanggapi rangsangan yang berbeda. Pertama-tama Pendidik akan mengamati gaya belajar peserta didik, yang diantaranya gaya belajar auditorial, visual, dan kinestetik.
            Gaya belajar sampel heterogen. Dalam setiap kelas karakter peserta didik berbeda-beda dalam gaya belajarnya, yang terbaik adalah menggabungkan banyak cara untuk menyajikan informasi sebanyak mungkin.
Hail Desain Tahap Analisis Pembelajar
Materi                          : Asam basa
Media                          : Buku / bahan ajar, powerpoint dan eksperimen
Evaluasi tahap awal    : Soal Pre Test
Gaya belajar                : Auditorial, visual, dan kinestetik
2. State Standards And Objectives
       Pentingnya Merumuskan Tujuan dan Standar dalam Pembelajaran
       Tujuan Pembelajaran yang Berbasis ABCD
       Tujuan Pembelajaran dan Perbedaan Individu
            Kinerja dari tujuan digunakan untuk menyatakan gambaran apa yang siswa harapkan dari hasil pembelajaran. Dengan demikian, tujuannya adalah gambaran dari hasil pembelajaran yang bertujuan untuk pelajaran dan harus bersifat spesifik mungkin serta harus ditulis dengan menggunakan format ABCD.
Siswa dapat :
       Mengidentifikasi sifat larutan asam dan basa dengan berbagai indikator.
       Memperkirakan pH suatu larutan elektrolit yang tidak dikenal berdasarkan hasil pengamatan trayek perubahan warna berbagai indikator asam dan basa.
       Menjelaskan pengertian kekuatan asam dan menyimpulkan hasil pengukuran pH dari bebrapa larutan asam dan basa yang konsentrasinya sama.
       Menghubungkan kekuatan asam atau basa dengan derajat pengionan (α) dan tetapan asam (Ka) atau tetapan basa (Kb)
a.    Audience
            Pembelajaran ini diberikan untuk peserta didik, bukan pendidik, untuk lebih fokus pada apa yang peserta didik lakukan, bukan pada apa yang pendidik lakukan. Contonya, dalam materi asam basa guru dapat menggunakan media eksperimen. Eksperimen disini merupakan bentuk media untuk membantu peserta didik dapat memahami secara langsung akan segala hal yang berkaitan dengan materi tersebut.
            Dalam pelaksanaannya, guru sebagai pendidik hanya membimbing dan mengarahkan serta membantu memberikan solusi terhadap siswa jika mengalami kendala dalam melaksanakan praktik yang dilakukan. Guru memberikan tanggung jawab penuh terhadap masing-masing kelompok untuk dapat menyelesaikan tugasnya masing-masing. Sehingga, dengan begitu peserta didik akan saling bekerja sama turut aktif berpartisipasi dan fokus akan kegiatan pembelajaran yang berlangsung. Selain itu dapat juga dengan media power point, dimana guru menampilkan demonstrasi mengenai uji asam basa, kemudian contoh-contoh yang tergolong dalam asam maupun basa.
b.    Behavior
            Tujuannya adalah menggambarkan kemampuan baru yang dimiliki peserta didik setelah mendapatkan pembelajaran. Jadi, perilaku atau kemampuan peserta didik yang dapat diukur dan dapat diamati, perlu ditunjukan sebagai hasil pembelajaran. Contohnya, setelah melaksanakan praktikum, tentunya peserta didik telah memiliki pengetahuan serta kemampuan akan materi asam basa. Hal ini dapat diketahui setelah diadakannya post test. Post test disini dilakukan bertujuan untuk menguji seberapa besar daya pengetahuan serta kemampuan yang diperoleh setelah melaksanakan praktikum.
c.    Condition
            Keadaan atau kondisi peserta didik bertujuan untuk menunjukan ketrampilan atau kemampuan yang diajarkan. Sebuah pernyataan tujuan harus mencakup kondisi di mana hasilnya dapat diamati. Jadi, harus menyertakan peralatan, perkakas, alat bantu, atau referensi peserta didik yang akan digunakan atau tidak digunakan dan kondisi lingkungan khususnya tempat pembelajaran dilaksanakan. Contonya, untuk dapat melaksanakan praktik asam basa tentunya ada banyak yang mendukung dapat berlangsungya kegiatan pembelajaran tersebut. Beberapa faktor pendukung tersebut antara lain:
d.    Degree
Persyaratan terakhir bertujuan agar lebih baik dalam menunjukan hasil belajar yang dapat diterima dan akan dinilai. Jadi, sejauh mana ketrampilan yang dikuasai dan dapat diterima.
Klasifikasi tujuan yang memiliki nilai praktis, serta metode yang tergantung pada State objectives yang akan dicapai pendidik dapat diklasifikasikan menurut jenis utama hasil pembelajarannya. Ada empat kategori pembelajaran.
a.    Domain Kognitif
Domain kognitif, belajar melibatkan berbagai kemampuan intelektual yang dapat diklasifikasikan baik sebagai verbal / informasi visual atau sebagai ketrampilan intelektual.
b.    Domain Afektif
Dalam domain afektif, pembelajaran melibatkan perasaan dan nilai-nilai.
c.    Motor Domain Skill
Dalam domain ketrampilan motorik, pembelajaran melibatkan atletik, manual, dan ketrampilan seperti fisik.
d.   Domain Interpersonal
Belajar melibatkan interaksi dengan orang-orang.

3.    Memilih metode, media dan materi (Selectmetode, media dan materi)
                 Dalam langkah ini, pendidik akan membangun jembatan anatara peserta didik dan tujuan rencana sistematis untuk menggunakan media dan teknologi.Metode, media dan materi harus di pilih secara sistematis. Setelah mengetahui gaya belajar peserta didik dan memiliki gagasan yang jelas tentang apa yang akan di sampaikan,maka harus dilakukan pemilihan:
1.    Metode pembelajaran yang di gunakan harus tepat untuk memenuhi tujuan bagi para peserta didik, yang lebih unggul daripada yang lain atau yang memberikan semua kebutuhan dalam belajar bersama, seperti kerja kelompok.
2.    Media yang cocok untuk dipadukan sama dengan metode pembelajaran yang dipilih, tujuan, dan peserta didik. Media bisa berupa teks, gambar, video, audio, dan multimedia komputer. Penyampaian dapat disajikan dengan mencari materi yang tersedia untuk mendukung penyampaian. Materi harus sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
3.    Materi yang disediakan untuk peserta didik sesuai dengan yang dibutuhkan dalam menguasai tujuan. Materi bisa juga dimodifikasi, peserta didik bisa merancang dan membuat materi sendiri. Materi dapat berupa program perangkat lunak khusus, musik, kaset video, gambar, dan peralatan seperti overhead prejector, komputer, printer, scanner, TV dll. Materi mungkin perlu disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik atau tempat pembelajaran dan peralatan.
Sebagai contoh, untuk memulai pengajaran yaitu perbedaan larutan asam dan basa dimulai dengan simulasi, diikuti dengan eksperimen dan latihan. Antara metode pengajaran yang sering digunakan dalam kimia larutan asam basa ini adalah penjelasan dan eksperimen. Guru memberikan tayangan media flash eksperimen larutan asam basa serta kertas kepada setiap siswa.
            Guru menjelaskan tayangan dari media tentang eksperimen larutan asam dan basa dan juga memberi pengarahan kepada siswa mengenai hal yang terkait dengan tayangan di flash dan membuat kesimpulan dari tayangan tersebut.  Metode ini dipilih karena siswa-siswa tingkat menengah atas butuhkan sesuatu yang dapat membantu memicu ide mereka untuk menyelesaikan tugas yang diberikan. Selain itu, semua siswa dapat terlibat satu sama lain dengan kegiatan yang direncanakan ini setelah masing-masing dapat melihat tugas yang mereka harus lakukan.
            Memilih media yang sesuai untuk melaksanakan metode yang dipilih. Faktor dasar dalam pemilihan media adalah tergantung pada isi pelajaran, tujuan, metode dan siswa. Di dalam materi larutan asam dan basa ini, guru telah memilih untuk menggunakan macromedia flash yang berkaitan dengan materi,  yang menarik dan memicu motivasi siswa. Media ini juga dapat mendorong keaktifan masing-masing siswa. Penggunaan flash dilaksanakan saat guru menerangkan materi larutan asam dan basa kepada siswa. Guru menayangkan flash yang berisi tayangan eksperimen terhadap larutan asam dan basa dengan tujuan menarik minat murid terhadap penagajaran dan pembelajaran ketika itu. Bahkan materi yang ditayangkan itu juga membantu guru untuk mengajak siswa bertanya jawab untuk memfasilitasi pendekatan kepada memperkenalkan materi saat itu yaitu, identifikasi larutan asam dan basa.
Pemilihan media yang berbasis teknologi pengajaran sebagai media utama dalam model ASSURE ini yang menggunaan animasi dan gambar yang dihasilkan dalam flash adalah bertujuan membantu siswa memahami dengan lebih mudah pengajaran saat itu. Penayangan flash juga dapat membantu siswa memahami teknik identifikasi terhadap larutan asam dan basa.

4.    Memanfaatkan Media dan Materi (Utilize Media, and Materials)
 Langkah ke empat dalam model pembelajaran ASSURE adalah memanfaatkan penggunaan media dan materi oleh peserta didik dan pendidik. Menjelaskan bagaimana pendidik akan menerapkan media dan materi. Untuk setiap jenis media dan materi yang tercantum di bawah dipilih, dimodifikasi, dan di desain. Pendidik harus menjelaskan secara rinci bagaimana pendidik akan menerapkannya ke dalam pelajaran, pendidik juga membantu peserta didik. Dalam memanfaatkan materi ada beberapa langkah:
Preview materi
Pendidik harus melihat dulu materi sebelum mennyampaikannya dalam kelas dan selama proses pembelajaran pendidik harus menentukan materi yang tepat untuk audiens dan memperhatikan tujuannya.
Siapkan bahan
Pendidik harus mengumpulkan semua materi dan media yang dibutuhkan pendidik dan peserta didik. Pendidik harus menentukan urutan materi dan penggunaan media. Pendidik harus menggunakan media terlebih dahulu untuk memastikan keadaan media.
Siapkan lingkungan
Pendidik harus mengatur fasilitas yang digunakan peserta didik dengan tepat dari materi dan media sesuai dengan lingkungan sekitar.
Peserta didik
Memberitahukan peserta didik tentang tujuan pembelajaran. Pendidik menjelaskan bagaimana cara agar peserta didik dapat memperoleh informasi dan cara mengevaluasi materinya.
Memberikan pengalaman belajar
Mengajar dan belajar harus menjadi pengalaman, bukan suatu cobaan
Penggunaan media dan bahan dalam pengajaran adalah penting karena hal ini menjadi penentuan bagi efektivitas proses pengajaran dan pembelajaran. Guru dapat menggunakan berbagai media dalam mendukung pembelakaran di kelas. Dalam hal ini, untuk melaksanakan pembelajaran kimia dengan materi larutan asam dan basa digunakan media berupa flash yang berisi materi ajar mengenai larutan asam dan baasa. Untuk bahan pembelajaran dapat digunakan buku teks pelajaran kimia kelas XI IPA juga dapat digunakan senagai bahan pembelajaran untuk materi larutan asam dan basa.. Media dan bahan yang telah dipilih akan menyediakan lingkungan yang sesuai untuk pembelajaran siswa. Selain itu pemilihan bahan dan media tersebut adalah sesuai dengan pengalaman siswa, sehingga akhirnya dapat mendatangkan manfaat kepada siswa.

5.    Pelajar Memerlukan Partisipasi (RequireLearner Participation)
Langkah ke lima dalam model pembelajaran ASSURE adalah dengan mewajibkan partisipasi peserta didik. Peserta didik belajar paling baik jika mereka secara aktif terlibat dalam pembelajaran. Peserta didik yang pasif lebih banyak memiliki permasalahan dalam belajar, karena pendidik hanya mencoba untuk memberikan stimulus, tanpa mempedulikan respon dari peserta didik. Apapun strategi pembelajarannya pendidik harus dapat menggabungkan strategi satu dengan yang lain, diantaranya strategi tanya-jawab, diskusi, kerja kelompok, dan strategi lainnya agar peserta didik aktif dalam pembelajarannya. Dengan demikian,pendidik harus menjelaskan bagaimana cara agar setiap peserta didik belajar secara aktif.
Dalam suatu aktivitas pembelajaran, keterlibatan siswa dalam kegiatan belajar sangatlah penting. Karena siswa yang terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran akan dengan mudah mempelajari dan memahami materi pembelajaran. Dalam hal ini, agar siswa dapat berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran, digunakan langkah pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran induktif. Model pembelajaran induktif adalah suatu kegiatan belajar mengajar, dimana guru bertugas memfasilitasi siswa untuk menemukan suatu kesimpulan sebagai aplikasi hasil belajar melalui strategi pembentukan konsep, interpretasi data dan aplikasi prinsip.
Pada model pembelajaran induktif guru langsung memberikan presentasi informasi-informasi yang akan memberikan ilustrasi-ilustrasi tentang topik yang akan dipelajari siswa, selanjutnya guru membimbing siswa untuk menemukan pola-pola tertentu dari ilustrasi-ilustrasi yang diberikan tadi. Model ini membutuhkan guru yang terampil dalam bertanya (questioning) dalam penerapannya. Melalui pertanyaan-pertanyaan inilah guru akan membimbing siswa membangun pemahaman terhadap materi pelajaran dengan cara berpikir dan membangun ide. Program flash tersebut digunakan sebagai alat bantu yang diharapkan dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa. Dengan adanya media tersebut, diharapkan siswa mampu memahami materi yang disampaikan serta siswa mampu membangun sendiri konsep pembelajaran yang harus dicapai melalui pertanyaan-pertanyaan guru yang diarahkan ke tujuan pembelajaran.
6.    Evaluasi dan Revisi
Langkah terakhir dalam model pembelajaran ASSURE adalah evaluasi dan revisi. Evaluasi dan revisi merupakan komponen penting untuk mengembangkan kualitas pembelajaran. Siapa saja dapat mengembangkan dan menyampaikan pelajaran, tetapi pendidik yang baik harus benar-benar dapat merefleksi pelajaran, mengetahui tujuan, menguasai strategi pembelajaran, menguasai materi pembelajaran, dan melakukan penilaian serta dapat menentukan apakah unsur-unsur dari pelajaran itu efektif. Pendidik mungkin menemukan beberapa hal yang terlihat tidak efektif, apakah banyak peserta didik yang tidak menguasai materi. Jika terjadi itu, mungkin materi yang disampaikan belum tepat untuk tingkatan kelas itu. Keefektifan dalam strategi pembelajaran juga bisa terjadi, misalnya peserta didik tidak termotivasi atau strategi itu sulit dilaksanakan pendidik. Oleh karena itu, evaluasi adalah langkah yang penting untuk menilai prestasi peserta didik dan menilai metode pembelajaran dan media yang digunakan.
Revisi merupakan langkah terakhir dari siklus pembelajaran yang juga merupakan hal yang penting untuk melihat hasil data gatering dari evaluasi. Jadi, kita dengan jelas memahami evaluasi akhir, langkah dan revisi. Kesemuanya adalah siklus yang terjadi terus-menerus dalam model ASSURE agar penggunaan media pembelajaran efektif.
Setelah rancangan program pembelajaran selesai dirancang, langkah selanjutnya adalah melakukan evaluasi. Evaluasi ini dilakukan untuk mengumpulkan data yang terkait dengan kekuatan dan kelemahan program pembelajaran. Disini program pembelajaran yang dievaluasi diantaranya produk yang dihasilkan dalam penelitian ini yaitu flash, serta perangkat-perangkat pembelajaran lainnya seperti, rencana proses pembelajaran (RPP), lembar aktivitas guru, dan lembar respon siswa. Hasil dari proses evaluasi dapat digunakan sebagai masukan atau input untuk memperbaiki program pembelajaran.
Produk yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah macromedia flash dengan menggunakan model pembelajaran induktif divalidasi oleh tim ahli, baik itu ahli materi maupun ahli media. Revisi desain ini dilakukan dengan mengubah, memperbaiki, serta mempertimbangkan bagian mana yang harus ditambah, dibuang ataupun diperbaiki. Hasil revisi ini nantinya akan menjadi produk akhir dan dinyatakan baik serta layak untuk diuji cobakan.

Senin, 24 Maret 2014

teori belajar kognitif bruner


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jerome Bruner secara ekstensif telah menulis tentang proses pemikiran manusia dan bagaimana cara pemikiran tersebut muncul dan bagaimana cara yang seharusnya dialami oleh kemunculan tersebut selama proses instruksi berjalan. Tulisan-tulisannya tentang dunia pendidikan menunjukkan kecendrungan filisofis Piaget dan merupakan harta karun yang penuh dengan gagasan.meskipun pembuktian eksperimental yang ada di masing-masing gagasan tidak memiliki tekanan yang cukup dibandingkan dengan yang biasa terjadi dalam dalam teori-teori kognitif lainnya.
 Teori belajar dari perkembangan psikologi pendidikan dengan tiga aliran (teori behavioristik, teori kognitif dan teori humanistik) yaitu: teori belajar dari psikologi behavioristik, yang berpendapat tingkah laku manusia dikendalikan ganjaran (reward) dan penguatan (reinforcement) dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavior dengan slimulasi, teori belajar dari psikologi kognitif yang beranggapan bahwa tingkah laku seseorang selalu didasarkan pada kognisi, tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi, jadi kaum kognitif berpandangan tingkah laku seseorang lebih bergantung kepada pemahaman (insight) terhadap hubungan-hubungan yang ada di dalam suatu situasi, teori telajar dari psikologi humanistik menekankan pada bagaimana individu dipengaruhi dan dibimbing pribadi yang mereka hubungkan kepada pengalaman-pengalaman mereka sendiri atau dengan kata lain pandangan ini berusaha untuk memahami prilaku seseorang dari sudut perilaku( behaver). Bukan dari pengamat (observer).
Teori belajar Bruner dikenal dengan tiga tahapan belajarnya yaitu, enaktif, ikonik dan simbolik. Pada dasarnya setiap individu pada waktu mengalami atau mengenal peristiwa yang ada di dalam lingkungannya dapat menemukan cara untuk menyatakan kembali peristiwa tersebut di dalam pikirannya, yaitu suatu model mental tentang peristiwa yang dialaminya.



1.2 Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pandangan teori belajar kognitif menurut Bruner?
2.      Bagaimana keberlangsungan belajar sebagai proses kognitif?
3.      Bagaimana penerapan teori kognitif bruner dalam dunia pendidikan?

1.3 Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui pandangan teori belajar kognitif menurut Bruner
2.      Mengetahui keberlangsungan belajar sebagai proses kognitif
3.      Mengetahui penerapan teori kognitif Bruner dalam dunia pendidikan















BAB II
ISI

2.1  Pandangan Belajar menurut Jerome Bruner
Jerome Bruner lahir di New York tahun l915.  Jerome Bruner adalah seorang ahli psikologi perkembangan dan ahli psikologi belajar kognitif. Pendekatannya tentang psikologi adalah eklektik. Penelitiannya yang demikian banyak itu meliputi persepsi manusia, motivasi, belajar dan berfikir. Dalam mempelajarai manusia, ia menganggap manusia sebagai pemroses, pemikir dan pencipta informasi. Bruner menganggap, bahwa belajar itu meliputi tiga proses kognitif, yaitu memperoleh informasi baru, transformasi pengetahuan, dan menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. Pandangan terhadap belajar yang disebutnya sebagai konseptualisme instrumental itu, didasarkan pada dua prinsip, yaitu pengetahuan orang tentang alam didasarkan pada model-model mengenai kenyataan yang dibangunnya, dan model-model itu diadaptasikan pada kegunaan bagi orang itu.
Teori belajar kognitif berbeda dengan teori belajar behavioristik. Teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya. Para penganut aliran kognitif mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon. Tidak seperti model berajar behavioristik yang mempelajari proses belajar hanya sebagai hubungan stimulus-respon, model belajar kognitif merupakan suatu bentuk teori belajar yang sering disebut sebagai model perseptual. Model belajar kognitif mengatakan bahwa tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang nampak.
Teori  kognitif berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses interaksi yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya. Belajar merupakan aktifitas yang melibatkan proses berfikir yang sangat kompleks. Proses belajar terjadi antara lain mencakup pengaturan stimulus yang diterima dan menyesuaikannya dengan struktur kognitif yang sudah dimiliki dan terbentuk di dalam pikiran seseorang berdasarkan pemahaman dan pengalaman-pengalaman sebelumnya.

Bruner ternyata tidak mengambangkan suatu teori belajar yang sistematis. Yang penting baginya ialah cara-cara bagaimana orang memilih, mempertahankan dan mentransformasikan informasi secara aktif, dan inilah menurut bruner inti dari belajar. Oleh karena itu Bruner memusatkan perhatiannya pada masalah apa yang dilakukan manusia dengan informasi yang diterimanya, dan apa yang dilakukannya sesudah memperoleh informasi yang diskrit itu untuk mencapai pemahaman yang memberikan kemampuan padanya.
Teori Bruner tidak mengembangkan suatu teori bulat tentang belajar sebagaimana yang dilakukan oleh Robert M. Gagne. Refleksinya berkisar pada manusia pengolah aktif terhadap informasi yang diterimanya untuk memperoleh Pemahaman. Yang menjadi ide dasar Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan secara aktif dalam belajar di kelas, untuk itu menurut Bruner, murid mengorganisir bahan yang dipelajari dalam suatu bentuk akhir. Teori ini disebutnya dengan discovery learning, atau dengan kata lain bagaimana cara orang memilih mempertahankan dan mentransformasikan informasi secara aktif, dan inilah menurut Bruner inti dari berajar. Menurut Bruner dalam proses belajar ada tiga tahap, yaitu:
1.      Tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru dimana dalam setiap pelajaran diperoleh sejumlah informasi yang berfungsi sebagai penambahan pengetahuan yang lama, memperluas dan memperdalam dan kemungkinan informasi yang baru bertentangan dengan informasi yang lama.

2.      Tahap tansformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan menganalisis pengetahuan baru serta ditransformasikan dalam bentuk yang baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain, yaitu informasi harus dianalisis dan ditransformasikan ke dalam bentuk yang lebih abstrak atau konsetual agar dapat digunakan dalam hal lebih luas.

3.      Tahap evaluasi, yaitu untuk mengetahui apakah hasil transformasi pada tahap ke dua benar atau tidak. Evaluasi kemudian dinilai sehingga diketahui mana-mana pengetahuan yang diperoleh dan transformasi dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala-gejala lain.

Pendewasaan intelektual atau pertumbuhan kognitif seseorang ditunjukkan oleh bertambahnya ketidaktergantungan respons dari sifat stimulus. Pertumbuhan itu tergantung pada bagaimana seseorang menginternalisasi peristiwa-peristiwa menjadi suatu ”sistem simpanan” yang sesuai dengan lingkungan. Pertumbuhan itu menyangkut peningkatan kemampuan seseorang untuk mengemukakan pada dirinya sendiri atau pada orang lain tentang apa yang telah atau akan dilakukannya.

2.2 Ciri khas Teori Pembelajaran Menurut Bruner
1. Empat Tema tentang Pendidikan
o   Tema pertama mengemukakan pentingnya arti struktur pengetahuan. Hal ini perlu karena dengan struktur pengetahuan kita menolong siswa untuk untuk melihat, bagaimana fakta-fakta yang kelihatannya tidak ada hubungan, dapat dihubungkan satu dengan yang lain.
o   Tema kedua adalah tentang kesiapan untuk belajar. Menurut Bruner kesiapan terdiri atas penguasaan keterampilan-keterampilan yang lebih sederhana yang dapat mengizinkan seseorang untuk mencapai kerampilan-ketrampilan yang lebih tinggi.
o   Tema ketiga adalah menekankan nilai intuisi dalam proses pendidikan. Dengan intuisi, teknik-teknik intelektual untuk sampai pada formulasi-formulasi tentatif tanpa melalui langkah-langkah analitis untuk mengetahui apakah formulasi-formulasi itu merupakan kesimpulan yang benar atau tidak.
o   Tema keempat adalah tentang motivasi atau keingianan untuk belajar dan cara-cara yang tersedia pada para guru untuk merangsang motivasi itu.
2.3  Model dan Kategori
Pendekatan Bruner terhadap belajar didasarkan pada dua asumsi. Asumsi pertama adalah bahwa perolehan pengetahuan merupakan suatu proses interaktif. Berlawanan dengan penganut teori perilaku. Bruner yakin bahwa orang yang belajar berinteraksi dengan lingkungannya secara aktif, perubahan tidak hanya terjadi di lingkungan tetapi juga dalam diri orang itu sendiri.
Asumsi kedua adalah bahwa orang mengkonstruksi pengetahuannya dengan menghubungkan informasi yang masuk dengan informasi yang disimpan yang diperoleh sebelumnya, suatu model alam (model of the world). Model Bruner ini mendekati sekali struktur kognitif Aussebel. Setiap model seseorang khas bagi dirinya. Dengan menghadapi berbagai aspek dari lingkungan kita, kita akan membentuk suatu struktur atau model yang mengizinkan kita untuk mengelompokkan hal-hal tertentu atau membangun suatu hubungan antara hal-hal yang diketahui.
Bruner menandai perkembangan kognitif manusia sebagai berikut:
·         Perkembangan intelektul ditandai dengan adanya kemajuan dalam menanggapi suatu rangsangan. Perkembangan intelekual meliputi perkembangan kemampuan berbicara pada diri sendiri atau pada orang lain melalui kata-kata atau lambang tentang apa yang telah dilakukan dan apa yang akan dilakukan. Hal ini berhubungan dengan kepercayaan pada diri sendiri. Interaksi secara sistematis antara pembimbing, guru atau orang tua dengan anak diperlukan bagi perkembangan kognitifnya. Bahasa adalah kunci perkembangan kognitif karena bahasa merupakan alat komunikasi antara manusia. Untuk memahami konsep-konsep yang ada diperlukan bahasa. Bahasa diperlukan untuk mengkomunikasikan suatu konsep ke pada oraag lain.
·         Peningkatan pengetahuan tergantung pada perkembangan sistem penyimpanan informasi secara realis. Perkembaagan kognitif ditandai dengan kecakapan untuk mengemukakan beberapa alternatif secara simultan. memilih tindakan yang tepat, dapat memberikan prioritas yang berurutan dalam berbagai situasi

2.4 Belajar sebagai Proses Kognitif
Bruner mengemukakan bahwa belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan. Ketiga proses itu adalah:
 (1) memperoleh informasi baru,
 (2) transformasi informasi dan
 (3) menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan.
Informasi baru merupakan penghalusan dari informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang atau informasi itu dapat bersifat sedemikian rupa sehingga berlawanan dengan informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang. Dalam transformasi pengetahuan seseorang memperlakukan pengetahuan agar cocok dengan tugas baru. Jadi, transformasi menyangkut cara kita memperlakukan pengetahuan, apakah dengan cara ekstrapolasi atau dengan mengubah bentuk lain.
Hampir semua orang dewasa melalui penggunaan tiga sistem keterampilan untuk menyatakan kemampuannya secara sempurna. Ketiga sistem keterampilan itu adalah yang disebut tiga cara penyajian (modes of presentation) oleh Bruner. Ketiga cara itu ialah: cara enaktif, cara ikonik dan cara simbolik.
Kajian Bruner menekankan perkembangan kognitif. Ia menekankan cara-cara manusia berinteraksi dalam alam sekitar dan menggambarkan pengalaman secara mendalam. Menurut Bruner, perkembangan kognitif juga melalui tiga tahapan yang ditentukan cara melihat lingkungan, yaitu enaktif (0-2 tahun), ikonik (2-4 tahun), dan simbolik (5-7 tahun).
Ø  Tahap enaktif (0-2 tahun), seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upayanya untuk memahami lingkungan sekitarnya. Artinya dalam memahami dunia sekitarnya, anak menggunakan pengetahuan motorik. Misalnya melalui gigitan, sentuhan, pegangan dan sebagainya.
Cara penyajian enaktif ialah melalui tindakan, jadi bersifat manipulatif. Dengan cara ini seseorang mengetahui suatu aspek dari kenyataan tanpa menggunakan pikiran atau kata-kata. Jadi cara ini terdiri atas penyajian kejadian-kejadian yang lampau melalui respon-respon motorik. Misalnya seseorang anak yang enaktif mengetahui bagaimana mengendarai sepeda.

Ø  Tahap ikonik (2-4 tahun), seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal. Maksudnya, dalam memahami dunia sekitarnya, anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komperasi).
Cara penyajian ikonik didasarkan atas pikiran internal. Pengetahuan disajikan oleh sekumpulan gambar-gambar yang mewakili suatu konsep, tetapi tidak mendefinisikan sepenuhnya konsep itu. Misalnya sebuah segitiga tidak menyatakan konsep kesegitigaan.

Ø  Tahap simbolik (5-7 tahun), seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika, matematika dan sebagainya. Komunikasinya dilakukan dengan menggunakan banyak sistem simbol. Semakin matang seseorang dalam proses pemikirannya, semakin dominan sistem simbolnya. Meskipun begitu tidak berarti ia tidak lagi sistem enaktif dan ikonik. Penggunaan media dalam kegiatan pembelajaran merupakan salah satu bukti masih diperlukannya sistem enaktif dan ekonik dalam proses belajar.
Penyajian simbolik menggunakan kata-kata atau bahasa. Penyajian simbolik dibuktikan oleh kemampuan seseorang lebih memperhatikan proposisi atau pernyataan dari pada objek-objek,  memberikan struktur hirarkis pada konsep-konsep dan memperhatikan kemungkinan-kemungkinan alternatif dalam suatu cara kombinatorial.

Sebagai contoh dari ketiga cara penyajian ini, tentang pelajaran penggunaan timbangan. Anak kecil hanya dapat bertindak berdasarkan ”prinsip-prinsip” timbangan dan menunjukkan hal itu dengan menaiki papan jungkat-jungkit. Ia tahu bahwa untuk dapat lebih jauh kebawah ia harus duduk lebih menjauhi pusat. Anak yang lebih tua dapat menyajikan timbangan pada dirinya sendiri dengan suatu model atau gambaran. ”Bayangan” timbangan itu dapat diperinci seperti yang terdapat dalam buku pelajaran. Akhirnya suatu timbangan dapat dijelaskan dengan menggunakan bahasa tanpa pertolongan gambar atau dapat juga dijelaskan secara matematik dengan menggunakan Hukum Newton tentang momen.

2.5  Belajar Penemuan
Salah satu model kognitif yang sangat berpengaruh adalah model dari Jerome Bruner yang dikenal dengan nama belajar penemuan (discovery learning). Bruner menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik. Bruner menyarankan agar siswa hendaknya belajar melalui berpartisipasi aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip agar mereka dianjurkan untuk memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen-eksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan konsep dan prinsip itu sendiri.
Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukkan beberapa kebaikan. Diantaranya adalah:
v  Pengetahuan itu bertahan lama atau lama dapat diingat.
v  Hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik.
v  Secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berfikir secara bebas.
Asumsi umum tentang teori belajar kognitif:
a.       Bahwa pembelajaran baru berasal dari proses pembelajaran sebelumnya.
b.      Belajar melibatkan adanya proses informasi (active learning).
c.       Pemaknaan berdasarkan hubungan
d.      Proses kegiatan belajar mengajar menitikberatkan pada hubungan dan strategi.

Model kognitif mulai berkembang pada abad terakhir sebagai protes terhadap teori perilaku yang yang telah berkembang sebelumnya. Model  kognitif ini memiliki perspektif bahwa para peserta didik memproses infromasi dan pelajaran melalui upayanya mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan  hubungan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada. Model ini menekankan pada bagaimana informasi diproses.
Peneliti yang mengembangkan kognitif ini adalah Ausubel, Bruner, dan Gagne.  Dari ketiga peneliti ini, masing-masing memiliki penekanan yang berbeda.  Ausubel menekankan pada apsek pengelolaan (Advance Organizer) yang memiliki pengaruh utama terhadap belajar.  Menurut Ausubel, konsep tersebut dimaksudkan untuk penyiapan struktur kognitif peserta didik untuk pengalaman belajar. Bruner bekerja pada pengelompokkan atau penyediaan bentuk konsep sebagai suatu jawaban atas  bagaimana peserta didik  memperoleh informasi dari lingkungan.  Bruner mengembangkan teorinya tentang perkembangan intelektual, yaitu: enactive, iconic, dan symbolic.
Sejalan dengan pernyataan di atas, maka untuk mengajar sesuatu tidak usah ditunggu sampai anak mancapai tahap perkembangan tertentu. Yang penting bahan pelajaran harus ditata dengan baik maka dapat diberikan padanya. Dengan lain perkataan perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan jalan mengatur bahan yang akan dipelajari dan menyajikannya sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Penerapan teori Bruner yang terkenal dalam dunia pendidikan adalah kurikulum spiral dimana materi pelajaran yang sama dapat diberikan mulai dari Sekolah Dasar sampai Perguruan tinggi disesuaikan dengan tingkat perkembangan kognitif mereka. Cara belajar yang terbaik menurut Bruner ini adalah dengan memahami konsep, arti dan hubungan melalui proses intuitif kemudian dapat dihasilkan suatu kesimpulan (discovery learning).
Bruner mempreskripsikan pembelajaran hendaknya dapat menciptakan situasi agar siswa dapat belajar dari diri sendiri melalui pengalaman dan eksperimen untuk menemukan pengetahuan dan kemampuan yang khas baginya. Sedangkan Ausubel mempreskripsikan agar siswa dapat mengembangkan stuasi belajar, memilih dan menstrukturkan isi, serta menginformasikannya dalam bentuk sajian pembelajaran yang terorganisasi dari umum menuju kepada yang rinci dalam satu satuan bahasan yang bermakna.
Teori pembelajaran Burner mementingkan pembelajaran melalui penemuan bebas (Free discovery learning) atau penemuan yang dibimbing, atau latihan penemuan. Bruner mementingkan aspek-aspek berikut dalam teori pembelajarannya yaitu; cara manusia berinteraksi dengan lingkungan sekitar dan pengalamannya,  perkembangan mental manusia dan pemikiran semasa proses pembelajaran, pemikiran secara logika, penggunaan istilah untuk memahami susunan struktur pengetahuan, pemikiran analisis dan intuitif, pembelajaran induktif untuk menguasai konsep/kategori, dan pemikiran metakognitif. Teori-teori tersebut dapat diaplikasikan dalam 10 cara sebagai berikut:
1)      Pembelajaran penemuan
2)      Pembelajaran melalui metode induktif
3)      Memberi contoh-contoh yarg berkaitan dan tidak berkaitan dengan konsep
4)      Membantu siswa melihat hubungan antar konsep
5)      Membiasakan siswa membuat pemikiran intuitif
6)      Melibatkan siswa
7)      Pengajaran untuk pelajar tahap rendah
8)      Menggunakan alat bantu mengajar
9)      Pembelajaran melalui kajian luar
10)  Mengajar mengikuti kemampuan siswa

Teori Bruner mempunyai ciri khas dari pada teori belajar yang lain yaitu tentang ”discovery”, yaitu belajar dengan menemukan konsep sendiri. Disamping itu, karena teori Bruner ini banyak menuntut pengulangan-penulangan, maka desain yang berulang-ulang itu disebut ”kurikulum spiral kurikulum”. Secara singkat, kurikulum spiral menuntut guru untuk memberi materi pelajaran setahap demi setahap dari yang sederhana ke yang kompleks, dimana materi yang sebelumnya sudah diberikan suatu saat muncul kembali secara terintegrasi di dalam suatu materi baru yang lebih kompleks. Demikian seterusnya sehingga siswa telah mempelajari suatu ilmu pengetahuan secara utuh.
Bruner berpendapat bahwa seseorang murid belajar dengan cara menemui struktur konsep-konsep yang dipelajari. Anak-anak membentuk konsep dengan melihat benda-benda berdasarkan ciri-ciri persamaan dan perbedaan. Selain itu, pembelajaran didasarkan kepada merangsang siswa  menemukan konsep yang baru dengan menghubungkan kepada konsep yang lama melalui pembelajaran penemuan
Langkah-langkah discovery learning:
·         Siswa dihadapkan pada problem-problem yang menimbulkan suatu perasaan gagal di dalam dirinya lni dimulai proses inquiry
·         Siswa mulai menyelidiki problem itu secara individual
·         Siswa berusaha memecahkan problem dengan menggunakan pengetahuan yang sebelumnya
·         Siswa menunjukkan pengertian dari generalisasi itu
·         Siswa menyatakan konsepnya atau prinsip-prinsip dimana generalilisasi itu didasarkan.


2.6   Penerapan Teori Kognitif Bruner dalam Dunia Pendidikan
Pada bagian ini akan dibahas bagaimana menerapkan belajar penemuan pada siswa, ditinjau dari segi metode, tujuan serta peranan guru khususnya dalam dunia pendidikan.
1. Metode dan Tujuan
Dalam belajar penemuan, metode dan tujuan tidak sepenuhnya beriring. Tujuan belajar bukan hanya untuk memperoleh pengetahuan saja. Tujuan belajar sepenuhnya ialah untuk memperoleh pengetahuan dengan suatu cara yang dapat melatih kemampuan intelektual siswa dan merangsang keingintahuan mereka dan memotivasi kemampuan mereka. Inilah yang dimaksud dengan memperoleh pengetahuan melalui belajar penemuan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Bruner dalam bukunya Toward a Theory of Instruction yang diambil dari buku Teori-Teori Belajar tulisan Ratna Wilis Dahar, Bruner mengatakan:
“We teach a subject not to produce litle living libraries on the subject, but rather to get a student to think mathematically for him self, to consider matters as an historian does, to take part in the process of knowledge-getting. Knowing is a process, not aproduct.”
Jadi kalau kita mengajar sains misalnya, kita bukan akan menghasilkan perpustakaan-perpustakaan hidup kecil tentang sains, melainkan kita ingin membuat anak-anak kita berfikir secara matematis bagi dirinya sendiri, berperan serta dalam proses perolehan pengetahuan. Mengetahui itu adalah suatu proses, bukan suatu produk.

2. Peranan Guru
Langkah guru sebagai fasilitator pembelajaran dalam belajar penemuan adalah:
·         Merencanakan pelajaran sedemikian rupa sehingga pelajaran itu terpusat pada masalah-masalah yang tepat untuk diselidiki para siswa.
·         Menyajikan materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar bagi para siswa untuk memecahkan masalah. Guru hendaknya memulai dengan sesuatu yang sudah dikenal siswa. Kemudian guru mengemukakan sesuatau yang berlawanan. Dengan demikian terjadi konflik dengan pengalaman siswa. Akibatnya timbulah masalah. Dalam keadaan yang ideal, hal yang berlawanan itu menimbulkan suatu kesangsian yang merangsang para siswa untuk menyelidiki masalah itu, menyusun hipotesis-hipotesis dan mencoba menemukan konsep atau prinsip yang mendasari masalah itu. Guru harus menyajikan dengan cara enaktif, ikonik dan simbolik. Enaktif adalah melaui tindakan atau dengan kata lain belajar sambil melakukan (learning by doing). Ikonik adalah didasarkan atas pikiran internal. Pengetahuan disajikan melalui gambar-gambar yang mewakili suatu konsep. Simbolik adalah menggunakan kata-kata atau bahasa-bahasa.
·         Bila siswa memecahkan masalah di laboratorium atau secara teoritis, guru hendaknya berperan sebagai seorang pembimbing atau tutor. Guru hendaknya jangan mengungkapkan terlebih dahulu prinsip atau aturan yang akan dipelajari, tetapi hendaknya memberikan saran-saran bila diperlukan. Sebagai seorang tutor, guru hendaknya memberikan umpan balik pada waktu yang tepat.
·         Menilai hasil belajar merupakan suatu masalah dalam belajar penemuan. Secara garis besar belajar penemuan ialah mempelajari generalisasi-generalisasi dengan menemukan sendiri konsep-konsep itu. Di lapangan, penilaian hasil belajar penemuan meliputi pemahaman tentang konsep dasar, dan kemampuan untuk menerapkan konsep itu ke dalam situsi baru dan situasi kehidupan nyata sehari-hari pada siswa.
Jadi dalam belajar penemuan, guru tidak begitu mengendalikan proses pembelajaran. Guru hendaknya mengarahkan pelajaran pada penemuan dan pemecahan masalah. Penilaian hasil belajar meliputi tentang konsep dasar dan penerapannya pada situasi yang baru.

3. Langkah-langkah pembelajaran discovery learning menurut Bruner
Bruner mengajukan beberapa langkah-langkah pembelajaran, yaitu:
v  Menentukan tujuan pembelajaran Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar dan sebagainya)
v  Memilih materi pelajaran. Menentukan topik-topik yang dapat dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh kegeneralisasi)
v  Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas, dan sebagainya untuk dipelajari siswa
v  Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana kepada yang kompleks, dari yang konkrit kepada yang abstrak, atau dari tahap enaktik, ikonik sampai kepada tahap simbolik melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.
Disamping itu ada beberapa saran-saran tambahan yang berdasarkan pendekatan discovery learning terhadap pengajaran.
Ø  Mendorong memberikan “dugaan sementara” dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan
Ø  Menggunakan berbagai alat peraga dan permainan
Ø  Guru harus mendorong siswa untuk memuaskan keingintahuan jika mereka ingin mengembangkan pikirannya atau ide-ide yang kadang-kadang tidak langsung berhubungan dengan mata pelajaran
Ø  Gunakan sejumlah contoh yang belawanan dengan mata pelajaran yang berhubungan dengan topik.
  
  Keistimewaan dan Kelemahan Discovery Learning
Dalam setiap teori pastilah ada keistimeaan dan kelemahan. Begitu juga halnya dengan teori discovery learning yang cetuskan oleh Jerome Bruner. Ada beberapa keistimewaan discovery learning itu, antara lain:
ü  Discovery learning menimbulkan keingintahuan siswa, dapat memotivasi mereka untuk melanjutkan pekerjaan sampai mereka menemukan jawaban-jawaban.
ü  Pendekatan ini dapat mengajar keterampilan menyelesaikan masalah secara mandiri dan mungkin memaksa siswa untuk menganalisis dan memanipulasi informasi dan tidak hanya menyerap secara sederhana saja
ü  Hasilnya lebih berakar dari pada cara belajar yang lain.
ü  Lebih mudah dan cepat ditangkap
ü  Dapat dimanfaatkan dalam bidang studi lain atau dalam kehidupan sehari-hari berdaya guna untuk meningkatkan kemampuan siswa menalar dengan baik
Sedangkan kelemahan teori Discovey Learning Jerome Bruner antara lain:
ü  Belajar discovery learning belum tentu bisa diaplikasikan karena kondisi dan sistem yang belum mendukuag penemuan sendiri, sementara secara realistis murid didominasi hanya menerima dari guru
ü  Discovery learning belum tentu semua murid mahir untuk menerapkannya
ü  Discavery learning berbahaya bagi murid yang kurang mahir, sebab pengetahuan yang ia peroleh tidak akan menambah pengetahuan yang sempurna tapi baru sebatas coba-coba.




BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam usaha meningkatkan pendidikan pada umumnya Bruner mengemukakan empat tema, yaitu; struktur, kesiapan, intuisi dan motivasi. Bruner menganggap bahwa belajar itu meliputi tiga proses kognitif, yaitu; memperoleh informasi baru, transformasi ilmu pengetahuan, dan menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. Pandangannya terhadap belajar yang disebutnya sebagai konseptualisme instrumental didasarkan pada dua prinsip, yaitu; pengetahuan orang tentang alam didasarkan pada model-model menganai kenyataan yang dibangunnya, dan model-model itu mula-mula diadopsi dari kebudayaan seseorang, dan kemudian model-model itu diadaptasikan pada kegunaan bagi orang itu.
Pematangan intelektual seseorang ditunjukkan oleh bertambahnya ketidakbergantungan respon dari sifat stimulus. Pertumbuhan itu tergantung pada bagaimana seseorang menginternalisasi peristiwa- peristiwa menjadi suatu “sistem simpanan” yang sesuai dengan lingkungan.pertumbuhan itu menyangkut peningkatan kemampuan seseorang untuk mengemukakan pada dirinya sendiri atau pada orang lain tentang apa yang telah atau akan dilakukannya.
Penyajian kemampuan dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu; cara enaktif, ekonik, dan cara simbolik. Menurut Bruner belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar penemuan (discovery learning). Pengetahuan yang diperoleh melalui belajar penemuan bertahan lama, dan mempunyai efek transfer yang lebih baik. Belajar penemuan meningkatkan penalaran dan kemampuan dan berfikir secara bebas, dan memilih keterampilan-keterampilan kognitif untuk menemukan dan memecahkan masalah.

3.2 Saran-saran
Sebagai seorang guru ada baiknya menggunakan metode yang variatif dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Diantaranya dengan menggunakan teori belajar kognitif Bruner dengan pendekatan discovery learning.
Dalam menerapkan belajar penemuan, tujuan-tujuan mengajar hendaknya dirumuskan secara garis besar dan cara-cara yang digunakan para siswa untuk mencapai tujuan tidak perlu sama. Dalam belajar penemuan guru tidak begitu mengendalikan proses belajar-mengajar.guru hendaknya mengarahkan pelajaran pada penemuan dan pemecahan masalah selain itu guru diminta pula untuk memperhatikan tiga cara penyajian, yaitu penyajian enaktif, ekonik, dan simbolik.


















DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu., dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. 1991
Bell Gredler, Margareth E., Belajar dan Membelajarkan. terj. Munandir. Jakarta: Rajawali. 1991
Budiningsih, Asri., Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. 2005
Nasution, S., Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. 1995
Seifert, Kelvin., Manajemen Pembelajaran dan Instruksi Pendidikan (Manajemen Mutu Psikologi Pendidikan Para Pendidik). terj. Yusuf Anas. Jogjakarta: IRCiSod. 2008
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. 1995
Soemanto, Wasti., Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. 1998
Sudjana, Nana., Teori-teori Belajar untuk Pengajaran. Jakarta: LP. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. 1991
Uno, Hamzah B., Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: PT. Bumi Aksara. 2008
Wilis Dahar, Ratna., Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga. 1989
Winkel, W.S., Psikologi Pengajaran. Jakarta: Media Abadi. 2005
Internet:
http://www.semipalar.net/artikel/artikel35.html
http://www.zanariah2.tripod.com/tugasan2A.htm
http://www.geocities.com/masterptvpsikologi/psikologikognitif.pdf